kupandangi kau tanpa kedip dari dulunya dulu
sibuk menghitung air mata-mata dan apapun yang kau sebut 'duka'
menunduk tunduk meruntuti ceceran yang kau katakan juga darah
terluka
dan
lagi-lagi-lagi-lagi air mata-mata air-air mata air mata-mata air-air mengalir dari ujung-ujung matamu berair -lagi-lagi-lagi-lagi yang kau sebut dengan seribu kesedihanmu menjadi paling bersedih hingga bermata air ...
ooooooooooooooooooooooooooooooo......
Ibuku renta
yang duduk di pinggiran trotoar jalan
berambut gelung putih
menghitung receh-receh
"cung.. nggo sesok tuku dele' gawe tempe"
remahnya berjatuhan miris-miris
"cung.. seh urung iso tuku mbako mbah'e"
aggghhhhhhhhhhh...... masih saja tanpa tangis!!!!!!!!!!!!
"cung.. engko iki balik bengi meneh ya"
--------------------oOo--------------------
Matahariku menangis
Meninggalkan bungaku yang sendirian
Hanya karena cemburu pada awan yang membiarkan tetesan gerimisnya
jatuh perlahan
matahariku pergi
menerbangkan kupu-kupu tanpa warna
hingga pelangi hanya berarti lusuh tergeletak pada dataran Lumpur
dan akasia pun tak mampu menggugurkan barang sehelai daunnya untukku
………………….
Aku tertawa pias
Lalu mati
Bila matahariku tidak kembali
(padahal aku mengerti, ia tidak akan pernah ingin kembali)
--------------------oOo--------------------

Aku melahap BOM..
ia meledak di dalam mulut dan kepalaku
kemudian.. berlanjut..
pada rahim dan kemaluanku...
............
--------------------oOo--------------------
pengemis itu jatuh terkapar kelaparan di depan pintu rumahku yang baru saja ku kunci rapat-rapat...
--------------------oOo--------------------